Pengertian Wawasan Nusantara
a.
Menurut Prof.Dr. Wan Usman
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan tanah air nya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupan yang beragam.
b.
Menurut Kel. Kerja LEMHANAS 1999
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang beragam dan bernilai strategis
dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermsyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai
tujuan nasional.
c.
Menurut Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 Tentang GBHN
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermsyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai
diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan
yang beragam.
Kelompok kerja LEMHANAS 1999
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
UnsurDasarWawasanNusantara
1.Wadah(Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud supra struktur politik dan wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam wujud infra struktur politik.
1.Wadah(Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud supra struktur politik dan wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam wujud infra struktur politik.
2.Isi(Content)
Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut diatas bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional yang berupa politik, ekonomi, social budaya dan hankam. Isi menyangkut dua hal pertama realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama dan perwujudannya, pencapaian cita-cita dan tujuan nasional persatuan, kedua persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut diatas bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional yang berupa politik, ekonomi, social budaya dan hankam. Isi menyangkut dua hal pertama realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama dan perwujudannya, pencapaian cita-cita dan tujuan nasional persatuan, kedua persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
3.Tatalaku(Conduct)
Hasil interaksi antara wadah dan isi wasantara yang terdiri dari :
-Tata laku Bathiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia.
-Tata laku Lahiriah yaitu tercermin dalam tindakan, perbuatan dan perilaku dari bangsa Indonesia.
Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati diri/kepribadian bangsa berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.
Hasil interaksi antara wadah dan isi wasantara yang terdiri dari :
-Tata laku Bathiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia.
-Tata laku Lahiriah yaitu tercermin dalam tindakan, perbuatan dan perilaku dari bangsa Indonesia.
Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati diri/kepribadian bangsa berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.
HakekatWawasanNusantara
Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.
Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.
AsasWawasann \usantara
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa Indonesia(suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment) bersama. Asas wasantara terdiri:
1.Kepentingan/Tujuan
2.Keadilan
3.Kejujuran
4.Solidaritas
5.Kerjasama
6.Kesetiaan terhadap kesepakatan
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa Indonesia(suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment) bersama. Asas wasantara terdiri:
1.Kepentingan/Tujuan
2.Keadilan
3.Kejujuran
4.Solidaritas
5.Kerjasama
6.Kesetiaan terhadap kesepakatan
Penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir,
pola sikap dan pola tindak yang senantiasa dengan mendahulukan kepentingan
negara.
a. Implementasi dalam kehidupan politik, adalah menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dipercaya.
b. Implementasi dalam kehidupan Ekonomi, adalah menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.
c. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya, adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.
d. Implementasi dalam kehidupan Pertahanan Keamanan, adalah menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan membentuk sikap bela negara pada setiap WNI
a. Implementasi dalam kehidupan politik, adalah menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dipercaya.
b. Implementasi dalam kehidupan Ekonomi, adalah menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.
c. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya, adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.
d. Implementasi dalam kehidupan Pertahanan Keamanan, adalah menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan membentuk sikap bela negara pada setiap WNI
BATAS WILAYAH DARAT DAN LAUT INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai
sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik
perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik
Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea
(PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat
Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik
perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya
baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya.
Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India,
Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia,
Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa
pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.
Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena
mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.
Berikut adalah batas Indonesia dengan negara tetangga:
v Indonesia-Malaysia
Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia
adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.
Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah
menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai
implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya
kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah
perairan yang ada di Selat Malaka.
Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar
laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut
ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga
timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di
Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut. Adapun batas
Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis
lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang disepakati
bersama pada 27 Oktober 1969.
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan
(Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis
Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat
tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.
Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional
1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu
diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini
penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat
Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.
MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27
Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik
dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia,
karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua
negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan
dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam
upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara.
Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia
dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua
belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas
Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia.
Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan
berdasarkan perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas
laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang
letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen.
Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal
state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak
sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil
laut.
Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang
memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber
perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat
Malaka.
v Indonesia-Singapura
Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah
Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan.
Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua
pemerintah.
Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura.
Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan laut
wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari
15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari
titik koordinat.
Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut Wilayah
Indonesia dan Singapura masih terdapat area yang belum mempunyai perjanjian
perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan wilayah perbatasan tiga negara, yakni
Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Pada sisi barat di perairan sebelah utara pulau Karimun
Besar terdapat wilayah berbatasan dengan Singapura yang jaraknya hanya 18 mil
laut. Sementara di wilayah lainnya, di sisi timur perairan sebelah utara pulau
Bintan terdapat wilayah yang sama yang jaraknya 28,8 mil laut. Kedua wilayah
ini belum mempunyai perjanjian batas laut.
Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar
melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis
pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan
dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi
daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang
belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah
di masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis
Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.
Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi
kedua negara, akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang
mulai berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas laut yang ditentukan adalah Pulau
Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah
berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding selama
delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan
Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan
konflik, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum
disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara.
Perbatasan Indonesia dan Singapura terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
tengah (disepakati tahun 1973), bagian Barat (Pulau Nipa dengan Tuas,
disepakati tahun 2009) dan bagian timur (Timur 1, Batam dengan Changi (bandara)
dan Timur 2 antara Bintan.
v Indonesia-Thailand
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah
garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu
disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang
penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973.
Titik koordinat batas Landas Kontinen
Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang ditetapkan sebelum
berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, sudah selayaknya
perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali.
Apalagi Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif
dengan Royal Proclamation pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of
Kingdom of Thailand is an area beyond and adjacent to the territorial sea whose
breadth extends to two hundred nautical miles measured from the baselines use
for measuring the breadth of the Territorial Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE
tersebut tidak menyebutkan tentang penetapan batas antar negara.
v Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah
garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang
berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di
New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun,
pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.
v Indonesia-Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis
batas yang terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda
tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6
tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973).
Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia
tentang penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember
1974. Pertama, isinya menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional
Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu Ashmore
reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.
Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan
mengambil air tawar di East
Isletdan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga,
nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di
luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang
pengaturan Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda
tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan
melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974.
Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan
efektivitas pelaksanaan MOU 1974.
v Indonesia-Vietnam
Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam
mengeluarkan sebuah Statement yang disebut “Statement
on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam
memuat sistem penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan
pulau Phu Quoc masuk ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari
garis batas darat antara Kamboja dan Vietnam.
Sistem penarikan garis pangkal tersebut dilakukan
menggunakan 9 turning point.
Di mana dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis
lain panjangnya melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya
mencapai total luas 27.000 mil2.
Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE
seluas 200 mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk
mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut
1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh
dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang tindih dengan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.
v Indonesia-Filipina
Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim
Indonesia dan Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya
mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao
(sejak 1973). Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan karena salah satu
pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filipina, diklaim
miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih
mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan
nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan
Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).
v Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia.
Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50”
BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki
yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga
200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi
kepulauan.
Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended
Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang
lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang
tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik
Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi
kesepakatan mengenai garis batas ZEE.
v Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka,
menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara
tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste
telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember
2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa
deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas
maritim. Kemudian perundingan Joint
Border Committee kedua
diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.
.
Beberapa
kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah Indonesia
Indonesia
merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang miliki kurang lebih 13.466
pulau yang terletak di antara benua Asia dan Australian serta Samudera Pasifik
dan Samudera Hindia. Kondisi yang strategis tersebut jelas sangat menguntungkan
dan sekaligus memberikan konsekwensi ancaman yang serius karena kondisi
nasional sangat dipengaruhi oleh perkembangan sekitar.
Ancaman menurut buku putih pertahanan tahun
2008 adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari luar maupun dari dalam negeri,
yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan bangsa. Berdasarkan sifat ancaman, hakikat ancaman
digolongkan ke dalam ancaman militer dan ancaman nirmiliter.
Masih menurut buku putih pertahanan tahun
2008, Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan
bersenjata dan terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman militer dapat berupa agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan
bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut
dan udara, serta konflik komunal. Sedangkan Ancaman nirmiliter pada hakikatnya
ancaman yang menggunakan faktor-faktor nirmiliter yang dinilai mempunyai
kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan
keselamatan segenap bangsa. Ancaman nirmiliter dapat berdimensi ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan informasi, serta keselamatan
umum.
Dua jenis ancaman tersebut merupakan hasil
akumulasi dari beberapa dimensi ancaman yang yang saling berkaitan satu dengan
yang lain yang berpotensi membahayakan pertahanan dan kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
DIMENSI ANCAMAN
Dimensi Ekonomi, Dimensi ini merupakan dimensi ancaman
pertahanan yang berasal dari ekonomi dan mungkin terjadi di Indonesia saat ini.
Dimensi ini timbul dengan beberapa sebab, antara lain:
·
Ketidakadilan dalam
distribusi atau pemerataan hasil pembangunan
·
Perebutan Sumber Daya
Daerah terkait dengan isu otonomi daerah
·
Kesenjangan Ekonomi
yang begitu besar
·
Investasi asing yang
hanya menguntungkan segelintir pihak
·
Persoalan Krisis
Moneter
Dimensi Sosial Budaya, Indonesia merupakan Negara dengan suku
bangsa terbanyak di dunia dimana kurang lebih terdapat 1.128 suku bangsa dari
sabang sampai merauke. Kondisi ini merupakan sebuah nikmat Tuhan sekaligus
tantangan untuk mempertahan kemajemukan tersebut. Ancaman pertahanan pada
dimensi social dipengaruhi beberapa sebab, antara lain:
·
Isu SARA masih menjadi
permasalahan utama di masyarakat
·
Euforia terhadap
demokrasi yang berlebihan
·
Tingkat Pendidikan
yang masih rendah
·
Memudarnya solidaritas
berbangsa
·
Korban Bencana Alam
Dimensi Politik, Dimensi politik merupakan dimensi ancaman
pertahanan yang bersumber pada gejolak pemerintahan yang disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain:
·
Perebutan kekuasaan
yang tidak sehat
·
Pertentangan antar
lembaga di pemerintahan
·
Konflik antar elit
politik
·
Ketidakpercayaan
terhadap pemimpin dan pemerintah
·
Status Quo oleh
pihak-pihak yang diuntungkan dengan pemerintah yang KKN
Dimensi Pertahanan dan Keamanan, Dimensi pertahanan dan keamanan merupakan
penjabaran dari ancaaman militer terhadap pertahanan. Ancaman militer tidak
selalu berupa agresi atau invasi dari bangsa atau Negara lain, bahkan untuk
saat ini agresi atau invasi dari bangsa atau Negara lain bisa dikatakan sulit
terjadi terhadap Indonesia. Namun kecendrungan sekarang, ancaman militer lebih
terhadap konflik terbatas di perbatasan Negara, Separatisme di berbagai daerah,
Aksi terorisme dan kejahatan trans-nasional dan berbagai macam ancaman yang menjurus
kepada perang asimetris (ASYMMETRIC WARFARE).
Ke-empat dimensi tersebut terkadang saling
berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga diperlukan
pencegahan dan deteksi awal agar tidak terakumulasi sehingga dapat membahayakan
pertahanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Asal mula terbentuknya Provinsi ke 34 di indonesia
Provinsi Kalimantan Utara dibentuk berdasarkan UU No. 20 Tahun
2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara. Ketentuan Pasal 3 UU
Kaltara menyatakan cakupan wilayah Provinsi Kalimantan Utara yang berasal dari
sebagian wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang terdiri dari Kabupaten
Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten
Tana Tidung.
Wilayah Provinsi Kaltara mempunyai tingkat kepentingan geopolitik
strategis dalam menjaga kedaulatan NKRI, khususnya pencegahan terjadinya
kembali konflik politik dan hukum internasional dalam kasus Sipadan-Ligitan
maupun Ambalat.
Selain kepentingan geopolitik, wilayah Provinsi Kalimantan Utara
menunjukkan kecenderungan geo-ekonomi yang mengalami kondisi kemiskinan yang
sangat tinggi sejak tahun 2003 sampai dengan 2007. Pada tahun 2008 sampai tahun
2010 terjadi penurunan tingkat kemiskinan yang sangat lambat dan berada dalam
kondisi memprihatinkan. Posisi daerah kota/kabupaten dalam cakupan wilayah
Provinsi Kalimantan Utara di perbatasan selalu mengalami tingkat kemiskinan
yang lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan nasional. Ini menunjukkan secara
sosiologis lemahnya intervensi kebijakan maupun implementasi norma-norma hukum
yang ada dalam melaksanakan amanat konstitusi untuk menjaga kedaulatan NKRI dan
kesejahteraan sosial bagi warga negara di wilayah perbatasan.
Uniknya, meski diamanatkan segera dilakukan praktek kebijakan
kesejahteraan masyarakat di provinsi baru itu, terdapat ketentuan dalam Pasal
13 ayat (1) UU Kaltara , “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan
Utara dibentuk melalui hasil Pemilihan Umum Tahun 2014”.
Jika kita analisis dalam koherensi norma dan konvergensi sistem
kebijakan pembentukan daerah otonom baru dan pengisian anggotaa DPRD provinsi
baru, maka terjumpailah beberapa konflik norma. Konsekuensinya, hak-hak
konstitusional kelompok masyarakat politik di Kalimantan Utara akan hilang dan
setidaknya berkurang adanya. Apalagi pemfungsian hak-hak politik itu penting
sejauh ditujukan pada kepentingan geopolitik dan geo-ekonomi Kalimantan Utara.
Mari kita telusuri Pasal 297 ayat (3) Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 123; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5043), selanjutnya disebut UU MD3, yang menyatakan bahwa “Pengisian
anggota DPRD provinsi tidak dilakukan bagi provinsi yang dibentuk setelah pemilihan
umum yang dibentuk 12 (dua belas) bulan sebelum pelaksanaan pemilihan umum”,
Sementara itu, keberlakuan normatif UU Kaltara menunjuk pada
tanggal diundangkannya yaitu pada tanggal 17 November 2012 (vide Pasal 23 UU
Kaltara). Provinsi baru ini sudah terbentuk secara normatif, tertanggal 17
November 2012 yang terpaut lebih dari 12 bulan sebelum Pemilu 2014, sehingga
langsung dapat dilakukan pengisian anggota DPRD Provinsi Kaltara di tahun 2013
ini, atau sebelum Pemilu 2014.
Simpulan sementara penulis, ketentuan itu tidak konvergen dan
inkoherensi dengan ketentuan pengisian keanggota DPRD provinsi baru versi UU
MD3. Keberlakuan norma itu secara potensial menimbulkan kekhawatiran bagi
masyarakat Kaltara dalam hal pengisian keanggotaan DPRD Provinsi Kalimantan
Utara yang tidak dapat dibentuk berdasarkan hasil Pemilu tahun 2009.
Secara normatif, ketentuan Pasal 13 ayat (1) UU Kaltara a quo
tidak memiliki koherensi dengan norma hukum dalam Pasal 297 ayat (3) jo Pasal
348 ayat (3) UU MD3 a quo dan tidak mempertimbangkan kepastian hukum yang adil
dan hak-hak konstitusional masyarakat Kaltara –sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 .
Terkait dengan hak-hak politik warga negara maka norma hukum Pasal
13 ayat (1) UU Kaltara sepanjang frasa “dibentuk melalui hasil Pemilihan Umum
Tahun 2014” mengakibatkan hilangnya hak-hak anggota DPRD Provinsi Kalimantan
Timur dan calon Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur yang berasal dari
wilayah Kalimantan Utara dalam pengisian keanggotaan DPRD Provinsi Kalimantan
Utara.
Hal ini merupakan kerugian konstitusional yang dialami secara
nyata oleh anggota DPRD Provinsi dan calon Anggota DPRD Provinsi hasil Pemilu
2009 yang berasal dari wilayah Provinsi Kalimantan Utara, sehingga norma hukum
Pasal 13 ayat (1) UU Kaltara sepanjang frasa “dibentuk melalui hasil Pemilihan
Umum Tahun 2014” bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan 28D ayat (1) UUD NRI
1945.
Pasal 13 ayat (1) yang tidak mengatur pembentukan DPRD Provinsi Kalimantan
Utara, sebagai salah satu institusi pemerintahan daerah berdasarkan hasil
Pemilu tahun 2009, juga mengakibatkan Provinsi Kalimantan Utara tidak mempunyai
DPRD provinsi sebagai salah satu institusi pemerintahan daerah pada tahun 2012
atau setidak-tidaknya dalam kurun waktu 2009-2014. Sehingga dalam paradigma
desentralisasi yang dikaitkan dengan norma hukum, Pasal 13 ayat (1) UU Kaltara
sepanjang frasa “dibentuk melalui hasil Pemilihan Umum Tahun 2014” bertentangan
dengan norma dasar dan spirit Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945, sepanjang tidak
dimaknai “dibentuk melalui hasil Pemilihan Umum Tahun 2009”.
Saatnya UU Provinsi Kalimantan Utara ini diperdebatkan publik dan
diuji ke hadapan Mahkamah Konstitusi. Kecepatan pengambilan keputusan oleh
Mahkamah amat dibutuhkan pada tahun 2013 agar ketidakpastian hukum itu
(pengisian anggota DPRD Provinsi Kalimantan Utara) segera terputus mata
rantainya.
REFERENSI
1. Indonesia 13.466 pulau, (http://www.kompas.com, diakses 28 September 2011)
2. Indonesia Miliki
1.128 Suku Bangsa, ( http://www.jpnn.com, diakses
28 September 2011)
3. Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2008, 2008, Jakarta, Kementrian Pertahanan RI
4. Raja Marpaung S.IP., M.Def, David, Ancaman
Pertahanan Indonesia (http://indonesiadefenseanalysis.blogspot.com,
diakses 28 September 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar